BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Krisis ekonomi pada tahun
1997 yang melanda Indonesia dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang
bankrut, buruknya kinerja perbankan nasional, persoalan kredit macet, rendahnya
daya saing produk-produk indonesia di luar negeri sampai adanya ketakutan pemilik
dan manajemen perusahaan maupun pemerintah terhadap berbagai konsekuensi yang
akan timbul dari adanya perdagangan bebas. Selain itu dipengaruhi dengan belum
dilaksanakannya good coorporate governance dan etika yang melandasinya.
Usaha untuk mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui
reskontruksi dan rekapitulasi dapat berdampak jangka panjang dan mendasar
apabila disertai tiga tindakan antara lain: ketaatan terhadap prinsip
kehati-hatian, pelaksanaan good corporate governance (GCG), dan
pengawasan yang efektif dari otoritas Pengawas Bank. Pelaksanaan good
corporate governance diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan
dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankkan untuk
berkembang baik dan sehat (Zarkasyi;2008).
Dalam industri perbankan
selama ini pelaksanaan tata kelola perusahaan di Indonesia belum juga dilakukan
dengan maksimal. Konsep GCG yang telah
lama digagas hingga saat ini belum ada peningkatan yang signifikan. Sebagai
lembaga keuangan yang melayani nasabah, tingkat pengelolaan perbankan harus
ditingkatkan. Perbaikan di sektor perbankan perlu segera dilaksanakan. Dalam
hal
ini, BI terus berupaya untuk
memperbaiki pelaksanaan tata kelola perusahaan atau GCG di kalangan perbankan.
Perbaikan ini dilakukan melalui self assessment atau penilaian internal.
Hal ini sesuai dengan PBI No. 814/PBI/2006 yang menyatakan bahwa bank harus
membuat self assessment atas penerapan GCG di masing-masing institusi. Self
assessment akan dinilai pada setiap akhir tahun untuk melihat apakah GCG
sudah baik atau belum.
Tuntutan terhadap wujud
GCG disetiap sektor (publik maupun swasta), kini semakin gencar. Tuntutan ini
memang sangat wajar, mengingat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
terjadinya krisis ekonomi di negeri ini, ternyata disebabkan oleh buruknya
pengelolaan (bad governance) pada sebagian besar pelaku ekonomi di
Indonesia. Indikasi buruknya pengelolaan tersebut antara lain tercermin dari
berbagai indikator berikut (Zarkasyi; 2008; 8):
Tahun
1998, Secara Umum hasil survai Booz-Allen dan Hamilton bahwa belum efektifnya
pelaksanaan GCG pada perusahaan di Indonesia adalah yang paling rendah di Asia
Timur (2,88) dibandingkan dengan Malaysia (7,72), Thailand (4,89), Singapura
(8,93), dan Jepang (9,17). Asian Development Bank juga mengemukakan bahwa
fenomena yang sering dijumpai pada perusahaan-perusahaan di Indonesia antara
lain belum menemukan pengelolaan perusahaan secara profesional, karena
konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya
afiliasi antar pemilik, pengawas dan pengelola perusahaan, serta tidak
berfungsinya Dewan Komisaris Perusahaan.
Tahun
1999, di sektor swasta menurut hasil riset McKinsey & Company yang
melibatkan para investor di Asia, Eropa dan Amerika Serikat terhadap lima
negara di Asia menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat terendah dalam
pelaksanaan good Corporate Governance. Sedangkan menurut hasil survei
PERC (Political and economic risk Consultacy) terhadap pelaku bisnis
asing ternyata Indonesia merupakan negara terburuk di bidang Corporate
Governance. Tabel 1.1 menunjukkan peringkat GCG di Asia:
Tabel 1.1
Skor Peringkat Good Governance
Negara
|
Skor
|
Singapura
Hongkong
Jepang
Philipina
Taiwan
Malaysia
Thailand
China
Indonesia
Korea Selatan
Vietnam
|
2,00
3,59
4,00
5,00
6,10
6,20
6,67
8,22
8,29
8,83
8,89
|
Keterangan : semakin tinggi skor, semakin buruk Good
Governance
Sumber diolah : Zarkashi, Wahyudin (2008: 9-10)
Tahun 2001, hasil survei yang dikembangkan oleh Credit
Lyonnais Securities (CLSA) dengan tujuh katagori, meliputi disiplin,
transparasi, kemandirian, akuntabilitas, tanggung jawab, keadilan dan kesadaran
nasional terhadap standar GCG pada 115 perusahaan di 25 negara berkembang
menunjukkan bahwa skor total untuk perusahaan di Indonesia yang survei hanya
37,7 dari skala 0-100 (100 adalah tertinggi). Skor ini lebih rendah
dibandingkan dengan skor total perusahaan-perusahaan yang disurvei di negara
Singapura (64,5), Malaysia (56,6), India (55,6), Thailand (55,1), Taiwan
(54,6), China (49,1), Korea (47,1) dan Philipina (43,9). Good Corporate Governance (GCG) mengandung lima prinsip utama yaitu
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (akuntabilitas),
tanggung jawab (responsibility), interpendensi (interpendency),
serta kewajaran (Fairness), dan diciptakan untuk dapat melindungi
kepentingan semua pihak yang berkepentingan (Stakeholders). Menurut MI Sigit Pramono (www.syariahmandiri.com;
2004), untuk membangun sistem GCG yang
efektif bagi bank syariah, perlu memperhatikan sejumlah pilar penopang
mekanisme GCG.
Pertama, peran dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus
dioptimalkan untuk memberikan keyakinan bahwa seluruh transaksi yang dilakukan
oleh perusahaan tidak melanggar kaidah-kaidah syariah.
Kedua, bank syariah harus memiliki sistem pengawasan internal dan manajemen
risiko yang tangguh. Hal itu penting agar dapat mendeteksi dan menghindari
terjadinya salah kelola dan penipuan maupun kegagalan sistem dan prosedur pada
bank syariah.
Ketiga, dalam konteks akuntansi syariah, auditor eksternal tidak hanya berperan untuk memberikan opini bahwa laporan
keuangan bank telah disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku. Auditor eksternal juga harus bekerja sama dan mengorelasikan pekerjaannya
kepada DPS dan auditor internal untuk mendapat keyakinan bahwa penyajian
laporan keuangan telah memiliki tingkat pengungkapan dan transparansi yang
memadai.
Keempat, transformasi budaya korporasi yang Islami dan peningkatan kualitas
SDM harus menjadi komitmen bagi manajemen bank syariah. Kelima, perangkat hukum
dan peraturan Bank Indonesia dan pasar modal yang sesuai dengan karakteristik
bank syariah menjadi prasyarat guna terciptanya iklim pengawasan dan GCG yang
sehat bagi perbankan syariah di Tanah Air.
Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia
Internasional sebagai syarat mutlak bagi perbankan untuk berkembang dengan baik
dan sehat. Oleh karena iti Bank For International Sattelment (BIS)
sebagai lembaga yang mengkaji terus prinsip kehati-hatian yang harus dianut
oleh perbankan, telah dikeluarkan pula Pedoman Pelaksanaan GCG bagi dunia
perbankan secara internasional.
Pada saat ini secara eksplisit Bank Indonesia telah menetapkan berbagai
ketentuan untuk memastikan perbankan yang dijalankan secara sehat oleh
manajemen yang kompeten dan kredibel untuk mengakomodasi prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, secara umum telah diatur
mengenai hal-hal yang terkait dengan Corporate Governance di perbankan
bank yang menyangkut Governance Stukture, Governance Proses, dan Governance
Outcome. Pengaturan tersebut antara lain syarat kepemilikan, dewan
komisaris, dan Direksi serta prinsip-prinsip kehati-hatian Bank yang harus
ditaati.
Beberapa pengaturan yang telah dikeluarkan berkaitan
dengan penerapan prinsip GCG antara lain adalah Peraturan Bank Indonesia No.
2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum, yang mana didalamnya
diatur kriteria yang wajib diketahui calon anggota Direksi dan Komisaris, serta
batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus
Bank. Peraturan lainnya yang dikeluarkan berkaitan dengan kebutuhan peningkatan
GCG adalah PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank
Umum, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan diterbitkannya SE No. 5/21/DPNP
tanggal 29 Sepember 2003. PBI tersebut mewajibkan bank untuk menetapkan
wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait
dengan penerapan manajemen risiko. Good Corporate Governance menjadi
perhatian yang sangat serius di Indonesia. Sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Govenance
(GCG) bagi Bank Umum, merupakan wujud keseriusan Bank Indonesia dalam meninta
pengurus perbankan agar taat untuk menerapkan manajemen risiko guna melindungi
kepentingan stakeholder.
Secara umum perbankan akan menghadapi risiko (Idroes:67) yaitu risiko
pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas. Dengan berbagai
risiko tersebut, maka bank syariah dituntut melakukan manajemen risiko pembiayaan
seefektif mungkin agar likuiditas bank tetap terjaga sehingga bank tidak
mengalami kesulitan dalam memenuhi jangka pendeknya.
Dalam pencapaian kinerja PT. BSM dapat dilihat dari penerimaan penghargaan
yang diraih disetiap tahunnya. Terlihat pada tahun 2006-2008 PT. Bank Syariah
Mandiri meraih sederet penghargaan antara lain:
Tabel
1.2
Penghargaan
PT. Bank Syariah Mandiri
Tahun
2006-2008
No.
|
Nama
Penghargaan
|
Tanggal
Penganugrahan
|
1.
|
Bisnis
Indonesia Banking Efficiency Award 2008
|
22
Mei 2008
|
2.
|
STP
Award 2006
|
14
November 2007
|
3.
|
E-Company
Award 2007
|
21
Agustus 2007
|
4.
|
Golden
Trophy
|
19
Juli 2007
|
5.
|
Indonesian
Bank Loyalty Award (IBLA Award) 2007
|
21
Februari 2007
|
6.
|
Kriya Pranala Award 2007
|
01 Januari 2007
|
Sumber:
http://www.syariahmandiri.co.id//
Dari berbagai macam penghargaan yang diterima oleh PT. BSM telah
membuktikan bahwa PT. BSM memang mempunyai kinerja yang bagus dan mampu
bersaing dengan bank syariah lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah
tersebut dengan melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Good Corporate Governance
(GCG) untuk Mengelola Risiko Perbankan (Pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang
Malang).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah
implementasi Good Corporate Governance Bank Syariah Mandiri untuk
mengelola risiko perbankan?
2.
Apa
saja kendala-kendala dalam implementasi Good Corporate Governance untuk
mengelola risiko perbankan?
dSelengkapnya terkait Contoh Skripsi Manajemen Keuangan Judul IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) UNTUK MENGELOLA RISIKO PERBANKAN (Studi pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang) dari mulai BAB I Hingga BAB 5 Penutup Termasuk daftar Pustaka Silahkan Cek contoh skripsi lengkap di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar