INTISARI
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi siswa
terhadap gaya
mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas. Hipotesis yang diajukan adalah ada
hubungan negatif antara hubungan positif antara persepsi siswa terhadap gaya
mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas. Subyek penelitian ini
adalah siswa-siswi kelas VI
SD (11-12 tahun) yang bersekolah
di SD Negeri 01, 02, dan 09 Salatiga, sebanyak
88 orang siswa. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala
persepsi siswa terhadap gaya
mengajar guru secara demokratis dan tes kreativitas verbal dari Munandar. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment. Berdasarkan
analisis data diperoleh hasil rxy = 0,230 dengan p<0 ada="ada" antara="antara" bahwa="bahwa" hubungan="hubungan" memperlihatkan="memperlihatkan" persepsi="persepsi" positif="positif" signifikan="signifikan" siswa="siswa" st1:city="st1:city" terhadap="terhadap" variabel="variabel" w:st="on" yang="yang">gaya 0>
mengajar guru secara demokratis dengan variabel kreativitas, sehingga hipotesis
penelitian diterima.
Latar Belakang
Masalah
Dalam era pembangunan tidak dapat
dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung
pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan
teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal itu maka sikap
dan perilaku kreatif perlu dipupuk sejak dini, agar peserta didik kelak tidak
hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi mampu menghasilkan pengetahuan baru,
tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi mampu menciptakan pekerjaan baru
(Munandar, 1999, h. 46).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jellen dari Universitas
Utah Amerika Serikat dan Urban dari Universitas Hannover Jerman pada Agustus
1987 terhadap anak-anak berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di
Jakarta), menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia terendah di
antara anak-anak seusianya dari 8 negara lainnya (Djunaedi, 2005).
Hasil observasi peneliti terhadap salah satu SD Negeri di
Salatiga yang akan menjadi subyek dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa
kreativitas siswa di SD tersebut kurang. Hal ini terlihat ketika guru
memberi soal-soal IPS misalnya, siswa mengerjakannya
persis sama dengan cara yang ada dibuku (teks
book), siswa jarang mencoba mencari cara yang lain. Ketika diberi tugas
untuk mengarang bebas, kebanyakan siswa mengarang dengan tema yang sama, begitu
juga dengan tugas menggambar. Dalam
diskusi atau kerja kelompok biasanya hanya beberapa siswa yang aktif, sedangkan
siswa yang lain hanya mengikuti saja, jarang ada siswa yang mengajukan
pertanyaan atau mencoba mengutarakan pendapatnya.
Drevdahl (dalam Diana,1999, h.7) mengungkapkan bahwa kreativitas
merupakan kemampuan untuk mencipta karangan, hasil atau ide-ide baru yang
sebelumnya tidak dikenal oleh pencipta. Kemampuan ini merupakan aktivitas
imajinatif atau berpikir sintesis, yang hasilnya merupakan pembentukan
kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya
menjadi hal yang baru, berarti, dan bermanfaat.
Di
sekolah, keunikan dari pikiran dan ungkapan anak sering kurang mendapat
perhatian, anak lebih banyak diharapkan menerima informasi yang diberikan oleh
guru, menghafalnya, dan mereproduksinya. Ketika anak dapat mengulang apa yang
diajarkan guru dengan tepat, maka anak akan mendapat nilai yang baik. Dalam
pendidikan massal keunikan ungkapan individu kurang dihargai, tidak
mengherankan jika hasil penelitian menunjukkan bahwa begitu anak masuk kelas
satu SD kreativitasnya cenderung menurun (Munandar, 2000, h.390-394).
Kreativitas
akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan keluarga, masyarakat,
maupun lingkungan sekolah turut menunjang dalam mengekspresikan kreativitas.
Lehman (dalam Hawadi, 2001, h.27) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
kreativitas yaitu lingkungan, sosial ekonomi, dan kurangnya waktu bebas. Faktor
lingkungan adalah faktor yang lebih berpengaruh terhadap munculnya ekspresi kreativitas,
baik itu lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Rumah dapat dianggap
sebagai lingkungan pertama yang membangkitkan kemampuan ilmiah anak untuk
bersikap kreatif, oleh sebab itu orang tua harus mendukung anak untuk
mengembangkan kreativitasnya.
Guru
adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak dan orang yang paling
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas di sekolah, termasuk dalam usaha
untuk meningkatkan kreativitas. Namun, sistem pengajaran yang dilakukan oleh
guru lebih menekankan pada penyampaian informasi faktual dan pengembangan
penalaran yaitu pemikiran logis menuju pencapaian satu jawaban yang benar atau
paling tepat, cara penemuan jawaban benar sering pula sudah ditentukan oleh
guru.
Dengan
demikian pemikiran kreatif, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari
berbagai sudut pandang dan mampu memberikan macam-macam kemungkinan jawaban
secara lancar, fleksibel, dan orisinal, kurang dirangsang (Munandar, 1999,
h.14).
Kreativitas anak di sekolah dapat meningkat apabila guru
lebih bersikap demokratis dalam mengajar yaitu guru menghargai kemampuan anak,
memberi kesempatan anak untuk mengembangkan potensi dan mengungkap-kan
gagasan-gagasannya, serta memperbolehkan anak
menjajaki beberapa cara untuk memecahkan berbagai persoalan. Winkel
(2004) menyebutnya dengan istilah gaya
mengajar secara demokratis. Hal inilah yang ingin diteliti lebih jauh oleh
peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari
kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana
demokratis, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru
menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani
mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja
sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif
dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004, h.12).
Mendidik
anak secara demokratis dapat meningkatkan kreativitas, dimana guru dapat
berperan aktif menciptakan suasana yang mendukung kreativitas anak melalui
sikap menghargai dan menghormati keberadaan anak sebagai individu, menerima
anak sebagaimana adanya, dan menjauhi sikap otoriter yang tidak memberi
kebebasan pada anak untuk menuangkan ide-ide kreatifnya. Cara lain yang efektif
adalah dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat
dan merangsang rasa ingin tahu, serta mendorong untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah. Biasanya dalam proses
belajar mengajar, guru mengajukan pertanyaan kepada anak tapi jarang mengajak
anak untuk mengajukan pertanyaan (Munandar, 2000, h.390-394).
Sebagai
fasilitator guru memberikan kemudahan dan sebagai motivator guru mendorong
siswa untuk mengembangkan prakarsa dalam menjajaki tugas-tugas baru. Guru tidak
cepat memberikan kritik, tetapi memberikan dukungan dan rangsangan bila
diperlukan. Guru hendaknya bersifat terbuka terhadap gagasan siswa-siswanya,
termasuk gagasan-gagasan yang baru atau luar biasa. Setiap anak hendaknya
merasa bebas mengungkapkan gagasan-gagasan yang tidak lazim, pendapat yang agak
tidak masuk akal, dan ide-ide yang orisinal. Oleh karena itu, sangatlah penting
guru mendorong proses pemikiran, tidak hanya mengenai data yang sudah ada,
tetapi juga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terbuka, merangsang daya
imajinasi, dan kreativitas (Munandar, 2000, h.390-394).
Hubungan
Antara Persepsi Siswa terhadap Gaya Mengajar
Guru secara Demokratis dengan Kreativitas
Persepsi
siswa terhadap gaya
mengajar guru khususnya gaya
mengajar guru secara demokratis mempunyai pengaruh terhadap kreativitas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir
kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana demokratis, ketika
belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan
terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan
ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur
(Munandar, 2004, h.12). Dalam metode
pendidikan yang demokratis, guru lebih berperan sebagai fasilitator dengan
mendorong siswa untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajaki tugas-tugas baru.
Tidak cepat memberikan kritik, tetapi memberikan dukungan dan rangsangan dimana
perlu. Guru harus terbuka dan dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa.
Guru harus berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan siswa yang menghambat
pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif
(Munandar, 1999, h.81).
Simonton
(dalam Supriadi, 1994, h. 157) menyatakan bahwa “Great thinkers tend to have great teachers”. Pernyataan ini
mengandung arti mengenai besarnya peranan guru bagi perkembangan kreativitas
seseorang. Guru dituntut untuk memahami seluk beluk kreativitas sebagai suatu
potensi yang universal serta manifestasinya dalam perilaku untuk dapat membantu
siswa mengembangkan kreativitasnya. Guru yang demikian akan mampu mengapresiasi
ekspresi kreativitas pada peserta didiknya. Guru adalah model bagi muridnya
dalam upaya merangsang kreativitas, untuk itu guru dituntut kreatif dalam
mengembangkan metode-metode mengajarnya.
Guru
mempunyai dampak yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak, tetapi
juga pada sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Namun,
guru juga dapat melumpuhkan rasa ingin tahu alamiah anak, merusak motivasi,
harga diri, dan kreativitas anak. Bahkan guru-guru yang sangat baik (atau yang
sangat buruk) dapat mempengaruhi anak lebih kuat daripada orang tua, karena
guru lebih banyak kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak
daripada orang tua (Munandar, 2004, h. 109).
Hipotesis
Metode
Penelitian
Subyek
Penelitian
Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa-siswi kelas VI SD
(11-12 tahun) yang bersekolah di SD Negeri 01, 02, dan 09 Salatiga. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster
random sampling.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah skala persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis
dan tes kreativitas verbal dari Munandar.
Metode
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah korelasi product
moment.
Hasil
Penelitian
Berdasarkan
pengujian terhadap hipotesis dengan korelasi Product Moment, diperoleh nilai rxy = 0,230 dengan
p<0 ada="ada" antara="antara" bahwa="bahwa" hubungan="hubungan" memperlihatkan="memperlihatkan" persepsi="persepsi" positif="positif" signifikan="signifikan" siswa="siswa" st1:city="st1:city" terhadap="terhadap" variabel="variabel" w:st="on" yang="yang">gaya 0>
mengajar guru secara demokratis dengan variabel kreativitas, sehingga hipotesis
penelitian diterima.
Pembahasan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara persepsi siswa
terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas, artinya
semakin positif persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis
maka semakin tinggi kreativitas, dan sebaliknya semakin negatif persepsi siswa
terhadap gaya mengajar guru secara demokratis maka semakin rendah kreativitas.
Dalam
penelitian ini terlihat bahwa persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis
mempengaruhi kreativitas. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya. Seorang guru dianggap mengajar secara otoriter atau mengajar secara
demokratis adalah jika dilihat dari sudut pandang siswa. Oleh karena itu
pandangan tentang guru yang ada dalam persepsi siswa tidak dapat diabaikan
begitu saja.
Seorang
guru yang dapat memahami keinginan para siswa cenderung akan lebih banyak
disukai, misalnya guru yang dapat menciptakan suasana kelas yang santai dan
menyenangkan, tidak mudah marah, tidak cepat memberikan kritik, bersifat terbuka
terhadap gagasan siswa, hal ini akan membuat siswa merasa bebas dalam
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan idenya. Sebaliknya apabila siswa mempunyai
pandangan yang tidak baik terhadap guru, misalnya guru terkesan monoton, kaku,
mudah marah, akan membuat siswa takut dan cemas untuk mengungkapkan ide-ide
kreatifnya.
Simonton (dalam Supriadi,
1994, h. 157) menyatakan bahwa “Great
thinkers tend to have great teachers”. Pernyataan ini mengandung arti
mengenai besarnya peranan guru bagi perkembangan kreativitas seseorang. Guru
dituntut untuk memahami seluk beluk kreativitas sebagai suatu potensi yang
universal serta manifestasinya dalam perilaku untuk dapat membantu siswa
mengembangkan kreativitasnya. Guru yang demikian akan mampu mengapresiasi
ekspresi kreativitas pada peserta didiknya. Guru adalah model bagi muridnya
dalam upaya merangsang kreativitas, untuk itu guru dituntut kreatif dalam
mengembangkan metode-metode mengajarnya.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat
dengan cara mengajar. Dalam suasana demokratis, ketika belajar atas prakarsa
sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan
anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi
kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana
inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004, h.12). Dalam metode pendidikan yang demokratis, guru
lebih berperan sebagai fasilitator dengan mendorong siswa untuk mengembangkan
inisiatif dalam menjajaki tugas-tugas baru. Tidak cepat memberikan kritik,
tetapi memberikan dukungan dan rangsangan dimana perlu. Guru harus terbuka dan
dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa. Guru harus berusaha menghilangkan
ketakutan dan kecemasan siswa yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah
secara kreatif (Munandar, 1999, h.81).
Pola asuh pendidik (guru)
yang demokratis merupakan cara yang paling efektif untuk menunjang pertumbuhan
dan perkembangan kreativitas. Hal ini disebabkan dalam pola asuh yang
demokratis kepatuhan mutlak tidak ditempatkan pada urutan teratas, tapi yang
diutamakan adalah pemberian tempat bagi berkembangnya kreativitas (Kedaulatan
Rakyat, Senin, 22 Juli 1996).
Berdasarkan
hasil penelitian dapat diketahui bahwa Sumbangan Efektif (SE) persepsi siswa
terhadap gaya
mengajar guru secara demokratis terhadap
kreativitas sebesar 5,3% berarti ada sumbangan sebesar 94,7% yang berasal dari
faktor lain. Faktor tersebut antara lain jenis kelamin, usia, urutan kelahiran,
inteligensi, waktu, sarana, lingkungan yang merangsang, dorongan, status sosial
ekonomi, dan ukuran keluarga.
Dari hasil
perhitungan data kreativitas diperoleh Mean Empirik (ME) sebesar 105,79. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa kreativitas siswa sedang, yang berarti bahwa
siswa-siswi SD N Salatiga mempunyai kreativitas yang tergolong rata-rata.
Sementara
dari hasil perhitungan data persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis
diperoleh Mean Empirik (ME) sebesar 85,95. Mean Hipotetik (MH) sebesar 67,5 dan
Standar Deviasi Hipotetik (SDh) sebesar 13,5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
persepsi siswa terhadap gaya
mengajar guru secara demokratis tergolong positif, yang berarti bahwa
siswa-siswi SD N Salatiga mempunyai persepsi yang baik terhadap gaya mengajar guru secara
demokratis.
Kesimpulan
Saran
Bagi Siswa
Siswa harus
mempertahankan persepsinya terhadap gaya
mengajar guru secara demokratis, misalnya siswa tidak takut untuk berbuat
salah, bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengatakan pendapatnya, sehingga
dapat meningkatkan kreativitasnya
Bagi Guru
Guru
sebaiknya mempertahankan gaya
mengajar secara demokratis dengan cara mengadakan diskusi kelompok, membantu
siswa yang mengalami kesulitan, memberi kesempatan siswa untuk bertanya maupun
menjawab pertanyaan, sehingga siswa mempunyai persepsi yang baik terhadap gaya mengajar guru.
Selengkapnya terkati skripsi ini silahkan kunjungi di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar