Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan Terbaru Pengaruh Pembelian Kembali (Buy Back) Saham Terhadap Respon Pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Kembali lagi saya posting Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan Terbaru 2014 dengan Judul "Pengaruh Pembelian Kembali (Buy Back) Saham Terhadap Respon Pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI)"
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Skripsi Ekonomi pembangunan
Pasar modal merupakan salah satu sarana pembentuk modal dan akumulasi dana yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengadaan dana guna menunjang pembiyaan pembangunan nasional. Dalam kegiatannya, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas kepada perusahaan yang menawarkan saham/obligasi kepada masyarakat, dengan memberikan kemudahan-
kemudahan dan juga memberikan peraturan-peraturan agar kepentingan masyarakat terjamin, sehingga setiap perusahaan yang akan Go Public diteliti kelayakannya.
Pasar Modal di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1912, tetapi karena suasana politik dan ekonomi terhenti dan kembali aktif sejak 1976. Perusahaan yang telah membagi kepemilikan kepada publik, mengharuskan manajemen bekerja dengan profesional. Dengan cara tersebut, perusahaan akan memberikan informasi yang baik dan akurat kepada publik. Informasi tersebut dapat menjadi sinyal yang salah satunya mempengaruhi harga saham baik secara positif maupun
negatif di pasar bursa. Informasi berperan penting dalam memproyeksikan harga saham di pasar sekunder. Pasar sekunder dalam hal ini adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Reaksi yang cepat terhadap informasi yang diberikan kepada pasar, dapat diartikan sangat efisien. Pasar akan bereaksi terhadap suatu informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang baru (Jogiyanto, 2011).

Pentingnya keterbukaan informasi mengenai perusahaan bagi pemegang saham (stockholder) banyak dimanfaatkan oleh pihak manajemen dalam mempertahankan harga saham agar tidak mengalami undervalue (harga saham yang terjadi di pasar lebih rendah dari nilai/harga wajarnya atau biasa disebut nilai fundamental saham). Harga saham yang terus meningkat merupakan salah satu faktor pendukung penilaian kinerja perusahaan. Dengan begitu, hubungan antara naik-turunnya harga saham salah satunya dapat dipengaruhi oleh kinerja perusahaan tersebut. Peran informasi yang berpengaruh dalam mempresentatifkan harga saham di pasar bursa, mendorong pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) menerbitkan sebuah aturan mengenai keterbukaan informasi yang harus diumumkan kepada
publik. Dalam peraturan BAPEPAM-LK No: X.K.I, telah dipaparkan beberapa jenis informasi yang harus segera diumumkan kepada publik. Informasi tersebut berkaitan dengan aksi-aksi perusahaan yang biasa disebut corporate action. Salah satu alasan perusahaan dalam melakukan corporate action adalah meningkatkan Earning Per Shares (EPS) perusahaan tersebut. Peraturan tersebut menjelaskan bahwasannya pembelian kembali saham atau buy back masuk ke dalam kelompok corporate action.Skripsi Ekonomi pembangunan


Weston, Mitchel, dan Mulherin (2004) mendefinisikan buy back saham atau share repurchace sebagai suatu tindakan perusahaan publik yang membeli sahamnya sendiri baik melalui proses tender offer, open market atau melakukan negosiasi pembelian kembali dari blockholder. Buy back dapat juga dipandang sebagai suatu tindakan perusahaan dalam mendistribusikan aliran dana kas keluar kepada para pemegang saham. Jumlah dollar dari transaksi Open Market Repurchase (OMR) mencapai 650% dan 750%, pada tahun 1985 dan 1996. Dari sisi lain, berdasarkan free cash flow theory menyatakan bahwa abnormal return memiliki hubungan positif terhadap cashflow dari aktivitas operasi perusahaan (Jensen,1986), debt ratio, dan size perusahaan (wells,cox, dan Gaver, 1995 ). N V R Rajagopalan and H Shankar (2013) mengemukakan bahwa kegiatan buyback

saham berpengaruh signifikan pada kondisi pasar di India. Skripsi Ekonomi pembangunan


Grullon dan Ikenberry (2002) menemukan bahwa pada tahun 1998, nilai pembelian kembali (buy back) saham oleh perusahaan-perusahaan industri benar- benar melebihi nilai deviden yang dibayarkan. Persentase penghasilan yang tetapi proporsi pembayaran dari buy back terus meningkat (Jagannathan, et al, dalam Maxwell dan Stephens, 2003). Di Swedia, buy back dianggap sebagai informasi yang berharga dan sangat menguntungkan bagi pelaku pasar, maka pemegang

saham dapat langsung bertransaksi pada setiap pengumuman buy back dengan menggunakan metode Open Market Repurchase (OMR) (Rasbrant, 2011).
Menurut Aloysius Aditya ( 2012 ) faktor-faktor yang mempengaruhi buy back atau stock repurchase, antara lain :
1. Excess cash flow tidak berpengaruh positif terhadap stock repurchase, hal ini disebabkan karena perusahaan tidak dapat menghasilkan arus kas yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham.
2. Price earning ratio tidak berpengaruh positif terhadap stock repurchase, hal ini disebabkan karena perusahaan menghasilkan laba yang kecil sehingga menyebabkan penurunan nilai saham di masa datang.
3. Leverage berpengaruh terhadap stock repurchase, hal ini disebabkan karena pembelian kembali dapat digunakan untuk mendistribusikan kelebihan dana kepada pemegang saham dan Ketika perusahaan mendistribusikan modal ini, mengurangi ekuitas dan meningkatkan rasio leverage.

Sejak tahun 1998, Indonesia melalui BAPEPAM - LK mengeluarkan peraturan Nomor XI.B.2 tentang “pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten atau perusahaan publik”, menyatakan bahwa saham yang dibeli kembali oleh emiten atau perusahaan publik dapat dijual kembali kepada direktur atau karyawan melalui employee stock option plan atau employee stock purchase plan yang telah disetujui oleh RUPS dengan memperhatikan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang “Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu”. Dalam peraturan tersebut, BAPEPAM memberikan sinyal kepada para perusahaan go public yang telah menerbitkan dan menjual sahamnya di pasar bursa untuk melakukan aksi buy back. Hal ini juga merefleksikan bahwa manajer tidak bisa menggunakan peraturan ini untuk kepentingan manajemen semata.
Peraturan tersebut hanya dapat digunakan dalam beberapa kondisi yang memungkinkan perusahaan melakukan aksi buy back. Selain itu, pihak manajemen harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan wajib mempublikasikan mengenai rencana pembelian saham
kembali. Krisis keuangan di Amerika Serikat yang dipicu oleh subprime mortgage crisis, ternyata tidak dapat diantisipasi dengan baik bahkan memburuk pada bulan September 2008. Hal ini ditandai dengan ditutupnya beberapa institusi keuangan raksasa dunia, diikuti dengan anjloknya Indeks Dow Jones hingga mencapai level terendah selama 7 (tujuh) tahun terakhir dan menyeret turun kinerja indeks saham di seluruh dunia, tidak terkecuali IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada tanggal 8 Oktober 2008 terjadi penurunan indeks secara tajam hingga menimbulkan kepanikan pasar. Jatuhnya IHSG diakibatkan karena penurunan signifikan harga saham emiten papan atas (blue chip). Pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup dengan penurunan sebesar 50,64% ke posisi 1.355,408. Beberapa emiten yang menyumbang penurunan IHSG antara lain harga saham Truba Alam Manunggal E Tbkyang menyumbang penurunan sebesar 96,48%, Polysindo Eka Perkasa Tbk sebesar 95%, Energi Mega Persada Tbk turun sebesar 94,36%, Sumalindo Lestari Jaya Tbk turun 94,26%, Darma Henwa Tbk 92,65%, Bakrie & Brothers Tbk turun 91,38%, Sentul City Tbk menyumbang penurunan 90%, Selain 7 emiten diatas terdapat 13 emiten yang menyumbang penurunan IHSG dibawah 90%, diantaranya : Modernland Reality Ltd Tbk, ATPK Resources Tbk,
Central Proteinaprima Tbk, Bakrie Sumatra Plantations Tbk, Bakrieland Development Tbk, Bakrie Telecom Tbk, Total Bangun Persada Tbk, Integrasi Teknologi Tbk, Bumi Resources Tbk, Ciputra Surya Tbk, Bayan Resources Tbk, AGIS Tbk, Dayaindo Resources Int I Tbk.

Penurunan IHSG pada pasar bursa Indonesia disebabkan oleh pengaruh krisis Eropa yang melanda dunia sejak pertengahan tahun 2008 yang mengabkibatkan saham blue chip di BEI menurun sangat signifikan pada penutupan akhir tahun 2008. Krisis Eropa yang berpengaruh signifikan terhadap
aktivitas perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), mendorong pemerintah Indonesia melalui BAPEPAM-LK pada tanggal 9 oktober 2008 mengeluarkan satu peraturan baru terkait dengan buy back yaitu peraturan nomor XI.B.3 tentang “Pembelian Kembali Saham Emiten atau Perusahaan Publik dalam Kondisi Pasar yang Berpotensi Krisis”.
Peraturan tersebut bertujuan untuk melindungi perusahaan jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bursa efek di Indonesia mengalami penurunan dalam kurun waktu kurang dari 20 (dua puluh) hari bursa dikarenakan kondisi perekonomian yang tidak mendukung pergerakan harga pasar efek yangwajar. Hasil penelitian Brav, et al (dalam Rasbrant, 2011) menemukan bahwa
sebagian besar manajer melakukan pembelian kembali (buy back) saham ketika saham mereka mengalami under value. Penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara, seperti Hong-Kong (Brockman dan Chung, 2001), Jepang (Zhang, 2002), AS (Cook et al., 2004), dan Kanada (McNally et al., 2006) menemukan bukti empiris bahwa keputusan melakukan open market repurchase sebagai pelaksanaan market timing (dalam Rasbrant, 2011).
Market timing merupakan kegiatan dimana perusahaan akan melakukan penjualan equity (saham) pada saat market value tinggi dan akan membeli kembali pada saat market value rendah, Open market repurchase dianggap sebagai suatu sinyal untuk menaikkan harga saham bagi perusahaan yang mengalami undervalue. Manajemen akan bertindak untuk kepentingan jangka panjang
investor. Pihak perusahaan harus membeli kembali sahamnya, ketika mengetahui harga saham di pasar berada di bawah nilai buku. Dengan begitu pembelian saham kembali akan memberikan sinyal positif tentang nilai perusahaan (Rasbrant, 2011).
Maxwell dan Stephens (2003) menemukan reaksi harga saham yang positif terhadap pengumuman program buy back. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Nishikawa, et al. (2011) mendokumentasikan reaksi pasar saham yang positif setelah pengumuman. Pada bursa saham Swedia, pembelian kembali saham dengan metode Open Market Repurchase (OMR) memberikan sinyal baik, dua hari setelah pengumuman terdapat abnormal return positif sebesar 2% dan
berdampak kepada volume pembelian kembali setiap harinya (Rasbrant, 2011).
Mulia (2009) menyatakan bahwa tahun 2001-2007 terdapat 30 pengumuman stock repurchase yang tercatat pada bursa efek Indonesia. Beberapa perusahaan diantaranya melakukan program stock repurchase lebih dari satu kali, seperti PT.
Berlian Laju Tanker (2001, 2005, dan 2006), PT. Telkom (2005 dan 2007), dan PT. H.M Sampoerna (2001, 2002, dan 2003).
Salah satu tujuan yang dikemukakan perusahaan adalah untuk meningkatkan Earning Per Shares (EPS). Reaksi pasar dapat diukur dengan dua cara, yaitu (a) bisa dilihat melalui perubahan harga saham yang diukur dengan menggunakan abnormal return selama hari pengamatan dan (b) melihat trading volume activity saham pada harihari selama pengamatan (Ariyanto dan Rinaningtias, 2009). Trading Volume Activity (TVA) merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan besarnya minat investor pada suatu saham (Budiman, 2009). Bisa dikatakan semakin besar volume perdagangan, maka saham tersebut sering ditransaksikan. Hal tersebut menunjukan tingginya minat
investor untuk mendapatkan saham tersebut.
Jika investor menganggap transaksi buy back sebagai tanda positif seperti yang dikemukakan Rasbrant (2011), maka hal tersebut akan menaikkan citra perusahaan di mata investor. Peningkatan citra akan meningkatkan minat investor terhadap saham perusahaan yang melakukan buy back. Amalia (2010) dan Rinaningtias (2009) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata volume
aktivitas penjalan sebelum dan sesudah pengumuman peristiwa. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ariyanto (2009) yang mengemukakan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman peristiwa. Penelitian ini menggunakan data pengumuman informasi buy back perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sesuai dengan peraturan Nomor X.K.1 dan Nomor XI.B.2 dari Bapepam-LK periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013.

Selain itu, dibutuhkan juga data harga saham dan volume penjualan harian perusahaan terkait yang didapat dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Tujuan penelitian ini untuk mengkonfirmasi hasil yang ditemukan oleh peneliti sebelumnya dengan uji statistik yang sama terhadap komponen variabel yang diteliti oleh Luky (2013), penelitian ini menambahkan sampel dan periode waktu penelitian.

Ketika transaksi buy back dipandang sebagai suatu sinyal informasi menguntungkan bagi pihak pemegang saham, maka peristiwa tersebut akan dilihat sebagai momentum yang baik dalam berspekulasi. Apakah pemegang saham akan tetap mempertahankan investasinya atau sebaliliknya memanfaatkan momentum tersebut untuk menjual saham yang dimiliki. Penelitian ini menguji apakah transaksi buy back mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan sesuai hasil
yang didokumentasikan pada penelitian sebelumnya, yaitu pasar bereaksi positif naik terhadap return saham {Stephens & Maxwell (2003); Rahma (2009); Nishikawa et al, (2011); Rasbrant (2011); dan Luky (2013)}. Pengujian variabel Trading Volume Activity (TVA) mengacu pada
penelitian sejenis yang dilakukan Rinaningtias(2009) Amalia (2010) terkait dengan event study yang menguji pengaruh suatu peristiwa terhadap aktivitas volume perdagangan (trading volume activity) menunjukkan reaksi pasar yang signifikan. Berdasarkan pandangan di atas maka penelitian ini diberi judul: “Pengaruh Pengumuman Pembelian Kembali (Buy Back) Saham terhadap Respon
Pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.

1.2 Rumusan Masalah Skripsi Ekonomi Pembangunan
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisis kegiatan buy back yang dilakukan di berbagai negara. Selain melihat abnormal return, reaksi pasar akibat pengumuman suatu peristiwa juga diukur dengan melihat aktivitas perdagangan dengan menghitung trading volume activity.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan permasalahan yang diajukan yaitu :
1). Apakah pengumuman informasi buy back memiliki pengaruh terhadap abnormal return perusahaan terkait di Bursa Efek Indonesia?
2). Apakah pengumuman informasi buy back memiliki pengaruh terhadap trading volume activity perusahaan terkait di Bursa Efek Indonesia?
3). Apakah terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman buy back?
4). Apakah terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman buy back?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Skripsi Ekonomi Pembangunan
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan:
1). Untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh pengumuman buy back terhadap abnormal return saham perusahaan.
2). Untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh pengumuman buy back terhadap trading volume activity perusahaan.
3). Untuk menganalisis perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman buy back berlangsung.

4). Untuk menganalisis perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman buy back berlangsung.

Selengkapnya terkati Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan Terbaru Pengaruh Pembelian Kembali (Buy Back) Saham Terhadap Respon Pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Dari Mulai BAB1 Hingga BAB5 Penutup Silahkan Miliki di sin
Print Friendly and PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...