Penyedia Refrensi Skripsi Lengkap Semua Jurusan

Kami adalah penyedia Refrensi Skrispsi semua jurusan, dengan pelayanan link download maupun pengiriman Soft copy CD dengan harga sangat murah, untuk saat ini.

Tujuan kami kami ingin memberikan solusi bagi mahasiswa semester akhir yang kesulitan membuat skripsi sendiri, dengan adanya contoh skripsi ini, berharap bisa di jadikan refrensi menyelesaikan tugas skripsinya.

Kami menyedikan refrensi skripsi tetap tidak merokomendasikan bagi mahasiswa melakukan flagiator murni pada contoh skripsi ini, kami berharap skripsi dari kami hanya sebagai refrensi saja.

Semoga bermanfaat,


Ibnu hajar
HP : 089687173055
PIN BB : 29EEE4C9
e-mail: ibnoecalm@gmail.com
Alamt : Jl. Haji abas , Sanggau, Kalimantan Barat

CONTOH SKRIPSI PSIKOLOGI : KREATIVITAS DITINJAU DARI PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA MENGAJAR GURU SECARA DEMOKRATIS


INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hubungan positif antara persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VI SD (11-12 tahun) yang bersekolah di SD Negeri 01, 02, dan 09 Salatiga, sebanyak 88 orang siswa. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dan tes kreativitas verbal dari Munandar. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil rxy = 0,230 dengan p<0 ada="ada" antara="antara" bahwa="bahwa" hubungan="hubungan" memperlihatkan="memperlihatkan" persepsi="persepsi" positif="positif" signifikan="signifikan" siswa="siswa" st1:city="st1:city" terhadap="terhadap" variabel="variabel" w:st="on" yang="yang">gaya
mengajar guru secara demokratis dengan variabel kreativitas, sehingga hipotesis penelitian diterima.

Latar Belakang Masalah
Dalam era pembangunan tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal itu maka sikap dan perilaku kreatif perlu dipupuk sejak dini, agar peserta didik kelak tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi mampu menghasilkan pengetahuan baru, tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi mampu menciptakan pekerjaan baru (Munandar, 1999, h. 46).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jellen dari Universitas Utah Amerika Serikat dan Urban dari Universitas Hannover Jerman pada Agustus 1987 terhadap anak-anak berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta), menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia terendah di antara anak-anak seusianya dari 8 negara lainnya (Djunaedi, 2005).
Hasil observasi peneliti terhadap salah satu SD Negeri di Salatiga yang akan menjadi subyek dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa kreativitas siswa di SD tersebut kurang. Hal ini terlihat ketika guru memberi  soal-soal IPS misalnya, siswa mengerjakannya persis sama dengan cara yang ada dibuku (teks book), siswa jarang mencoba mencari cara yang lain. Ketika diberi tugas untuk mengarang bebas, kebanyakan siswa mengarang dengan tema yang sama, begitu juga dengan  tugas menggambar. Dalam diskusi atau kerja kelompok biasanya hanya beberapa siswa yang aktif, sedangkan siswa yang lain hanya mengikuti saja, jarang ada siswa yang mengajukan pertanyaan atau mencoba mengutarakan pendapatnya.
Drevdahl (dalam Diana,1999, h.7) mengungkapkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta karangan, hasil atau ide-ide baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh pencipta. Kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif atau berpikir sintesis, yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti, dan bermanfaat.
Di sekolah, keunikan dari pikiran dan ungkapan anak sering kurang mendapat perhatian, anak lebih banyak diharapkan menerima informasi yang diberikan oleh guru, menghafalnya, dan mereproduksinya. Ketika anak dapat mengulang apa yang diajarkan guru dengan tepat, maka anak akan mendapat nilai yang baik. Dalam pendidikan massal keunikan ungkapan individu kurang dihargai, tidak mengherankan jika hasil penelitian menunjukkan bahwa begitu anak masuk kelas satu SD kreativitasnya cenderung menurun (Munandar, 2000, h.390-394).
Kreativitas akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah turut menunjang dalam mengekspresikan kreativitas. Lehman (dalam Hawadi, 2001, h.27) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas yaitu lingkungan, sosial ekonomi, dan kurangnya waktu bebas. Faktor lingkungan adalah faktor yang lebih berpengaruh terhadap munculnya ekspresi kreativitas, baik itu lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Rumah dapat dianggap sebagai lingkungan pertama yang membangkitkan kemampuan ilmiah anak untuk bersikap kreatif, oleh sebab itu orang tua harus mendukung anak untuk mengembangkan kreativitasnya.
Guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak dan orang yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas di sekolah, termasuk dalam usaha untuk meningkatkan kreativitas. Namun, sistem pengajaran yang dilakukan oleh guru lebih menekankan pada penyampaian informasi faktual dan pengembangan penalaran yaitu pemikiran logis menuju pencapaian satu jawaban yang benar atau paling tepat, cara penemuan jawaban benar sering pula sudah ditentukan oleh guru.
Dengan demikian pemikiran kreatif, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu memberikan macam-macam kemungkinan jawaban secara lancar, fleksibel, dan orisinal, kurang dirangsang (Munandar, 1999, h.14).
Kreativitas anak di sekolah dapat meningkat apabila guru lebih bersikap demokratis dalam mengajar yaitu guru menghargai kemampuan anak, memberi kesempatan anak untuk mengembangkan potensi dan mengungkap-kan gagasan-gagasannya, serta memperbolehkan anak  menjajaki beberapa cara untuk memecahkan berbagai persoalan. Winkel (2004) menyebutnya dengan istilah gaya mengajar secara demokratis. Hal inilah yang ingin diteliti lebih jauh oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana demokratis, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004, h.12).
Mendidik anak secara demokratis dapat meningkatkan kreativitas, dimana guru dapat berperan aktif menciptakan suasana yang mendukung kreativitas anak melalui sikap menghargai dan menghormati keberadaan anak sebagai individu, menerima anak sebagaimana adanya, dan menjauhi sikap otoriter yang tidak memberi kebebasan pada anak untuk menuangkan ide-ide kreatifnya. Cara lain yang efektif adalah dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu, serta mendorong untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah. Biasanya dalam proses belajar mengajar, guru mengajukan pertanyaan kepada anak tapi jarang mengajak anak untuk mengajukan pertanyaan (Munandar, 2000, h.390-394).
Sebagai fasilitator guru memberikan kemudahan dan sebagai motivator guru mendorong siswa untuk mengembangkan prakarsa dalam menjajaki tugas-tugas baru. Guru tidak cepat memberikan kritik, tetapi memberikan dukungan dan rangsangan bila diperlukan. Guru hendaknya bersifat terbuka terhadap gagasan siswa-siswanya, termasuk gagasan-gagasan yang baru atau luar biasa. Setiap anak hendaknya merasa bebas mengungkapkan gagasan-gagasan yang tidak lazim, pendapat yang agak tidak masuk akal, dan ide-ide yang orisinal. Oleh karena itu, sangatlah penting guru mendorong proses pemikiran, tidak hanya mengenai data yang sudah ada, tetapi juga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terbuka, merangsang daya imajinasi, dan kreativitas (Munandar, 2000, h.390-394).
Hubungan Antara Persepsi Siswa terhadap Gaya Mengajar  Guru secara Demokratis dengan Kreativitas
Persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru khususnya gaya mengajar guru secara demokratis mempunyai pengaruh terhadap kreativitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana demokratis, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004, h.12).  Dalam metode pendidikan yang demokratis, guru lebih berperan sebagai fasilitator dengan mendorong siswa untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajaki tugas-tugas baru. Tidak cepat memberikan kritik, tetapi memberikan dukungan dan rangsangan dimana perlu. Guru harus terbuka dan dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa. Guru harus berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan siswa yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif  (Munandar, 1999, h.81).
Simonton (dalam Supriadi, 1994, h. 157) menyatakan bahwa “Great thinkers tend to have great teachers”. Pernyataan ini mengandung arti mengenai besarnya peranan guru bagi perkembangan kreativitas seseorang. Guru dituntut untuk memahami seluk beluk kreativitas sebagai suatu potensi yang universal serta manifestasinya dalam perilaku untuk dapat membantu siswa mengembangkan kreativitasnya. Guru yang demikian akan mampu mengapresiasi ekspresi kreativitas pada peserta didiknya. Guru adalah model bagi muridnya dalam upaya merangsang kreativitas, untuk itu guru dituntut kreatif dalam mengembangkan metode-metode mengajarnya.
Guru mempunyai dampak yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak, tetapi juga pada sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Namun, guru juga dapat melumpuhkan rasa ingin tahu alamiah anak, merusak motivasi, harga diri, dan kreativitas anak. Bahkan guru-guru yang sangat baik (atau yang sangat buruk) dapat mempengaruhi anak lebih kuat daripada orang tua, karena guru lebih banyak kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak daripada orang tua (Munandar, 2004, h. 109).

Hipotesis
Ada hubungan positif antara persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas. Semakin positif persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis, maka semakin tinggi kreativitas  dan sebaliknya.

Metode Penelitian
Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VI SD (11-12 tahun) yang bersekolah di SD Negeri 01, 02, dan 09 Salatiga. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random  sampling.



Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dan tes kreativitas verbal dari Munandar.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product moment.

Hasil Penelitian

Berdasarkan pengujian terhadap hipotesis dengan korelasi Product Moment, diperoleh nilai rxy = 0,230 dengan p<0 ada="ada" antara="antara" bahwa="bahwa" hubungan="hubungan" memperlihatkan="memperlihatkan" persepsi="persepsi" positif="positif" signifikan="signifikan" siswa="siswa" st1:city="st1:city" terhadap="terhadap" variabel="variabel" w:st="on" yang="yang">gaya
mengajar guru secara demokratis dengan variabel kreativitas, sehingga hipotesis penelitian diterima.

Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas, artinya semakin positif persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis maka semakin tinggi kreativitas, dan sebaliknya semakin negatif persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis maka semakin rendah kreativitas.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis mempengaruhi kreativitas. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan sebelumnya. Seorang guru dianggap mengajar secara otoriter atau mengajar secara demokratis adalah jika dilihat dari sudut pandang siswa. Oleh karena itu pandangan tentang guru yang ada dalam persepsi siswa tidak dapat diabaikan begitu saja.
Seorang guru yang dapat memahami keinginan para siswa cenderung akan lebih banyak disukai, misalnya guru yang dapat menciptakan suasana kelas yang santai dan menyenangkan, tidak mudah marah, tidak cepat memberikan kritik, bersifat terbuka terhadap gagasan siswa, hal ini akan membuat siswa merasa bebas dalam mengungkapkan gagasan, pendapat, dan idenya. Sebaliknya apabila siswa mempunyai pandangan yang tidak baik terhadap guru, misalnya guru terkesan monoton, kaku, mudah marah, akan membuat siswa takut dan cemas untuk mengungkapkan ide-ide kreatifnya.
Simonton (dalam Supriadi, 1994, h. 157) menyatakan bahwa “Great thinkers tend to have great teachers”. Pernyataan ini mengandung arti mengenai besarnya peranan guru bagi perkembangan kreativitas seseorang. Guru dituntut untuk memahami seluk beluk kreativitas sebagai suatu potensi yang universal serta manifestasinya dalam perilaku untuk dapat membantu siswa mengembangkan kreativitasnya. Guru yang demikian akan mampu mengapresiasi ekspresi kreativitas pada peserta didiknya. Guru adalah model bagi muridnya dalam upaya merangsang kreativitas, untuk itu guru dituntut kreatif dalam mengembangkan metode-metode mengajarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana demokratis, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004, h.12).  Dalam metode pendidikan yang demokratis, guru lebih berperan sebagai fasilitator dengan mendorong siswa untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajaki tugas-tugas baru. Tidak cepat memberikan kritik, tetapi memberikan dukungan dan rangsangan dimana perlu. Guru harus terbuka dan dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa. Guru harus berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan siswa yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif  (Munandar, 1999, h.81).
Pola asuh pendidik (guru) yang demokratis merupakan cara yang paling efektif untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan kreativitas. Hal ini disebabkan dalam pola asuh yang demokratis kepatuhan mutlak tidak ditempatkan pada urutan teratas, tapi yang diutamakan adalah pemberian tempat bagi berkembangnya kreativitas (Kedaulatan Rakyat, Senin, 22 Juli 1996).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Sumbangan Efektif (SE) persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis  terhadap kreativitas sebesar 5,3% berarti ada sumbangan sebesar 94,7% yang berasal dari faktor lain. Faktor tersebut antara lain jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, inteligensi, waktu, sarana, lingkungan yang merangsang, dorongan, status sosial ekonomi, dan ukuran keluarga.
Dari hasil perhitungan data kreativitas diperoleh Mean Empirik (ME) sebesar 105,79. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kreativitas siswa sedang, yang berarti bahwa siswa-siswi SD N Salatiga mempunyai kreativitas yang tergolong rata-rata.
Sementara dari hasil perhitungan data persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis diperoleh Mean Empirik (ME) sebesar 85,95. Mean Hipotetik (MH) sebesar 67,5 dan Standar Deviasi Hipotetik (SDh) sebesar 13,5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis tergolong positif, yang berarti bahwa siswa-siswi SD N Salatiga mempunyai persepsi yang baik terhadap gaya mengajar guru secara demokratis.

Kesimpulan

Ada hubungan positif  yang signifikan antara persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis dengan kreativitas. Semakin positif persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis maka semakin tinggi kreativitas dan sebaliknya semakin negatif persepsi siswa terhadap gaya mengajar guru secara demokratis maka semakin rendah kreativitas.

Saran

Bagi Siswa

Siswa harus mempertahankan persepsinya terhadap gaya mengajar guru secara demokratis, misalnya siswa tidak takut untuk berbuat salah, bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengatakan pendapatnya, sehingga dapat meningkatkan kreativitasnya

Bagi Guru

Guru sebaiknya mempertahankan gaya mengajar secara demokratis dengan cara mengadakan diskusi kelompok, membantu siswa yang mengalami kesulitan, memberi kesempatan siswa untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan, sehingga siswa mempunyai persepsi yang baik terhadap gaya mengajar guru.

Selengkapnya terkati skripsi ini silahkan kunjungi di sini

Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan


Saat ini saya ingin memposting Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan
BAB I
PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang Masalah Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan
Dalam perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal  baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil.
Di Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa pertumbuhan investasi domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional.     Secara umum, usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari 3 sumber utama[1], yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti  International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct investment (FDI).
Hollis Chenery dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’ pada pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang devisa’ merupakan dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian target tingkat pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri sebagai suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan[2]. Sumitro (1994:44) menjelaskan bahwa kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan investasi harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal dari tabungan oleh kalangan luar negeri.
Pada negara berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung dan penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional. Masih terbatasnya sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan efisien institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami kesulitan.
Dengan latar belakang ditetapkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan “PAKTO 88”, yang pokok-pokok kebijakannya berisi antara lain untuk mengerahkan dana dari masyarakat dengan cara memudahkan pembukaan kantor cabang baru, pendirian bank swasta baru, keleluasaan penyelenggaraan tabungan, dan perluasan kantor cabang bank. Setelah adanya “PAKTO 88” ini, semakin mudahlah bank didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang ditawarkan oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah. Semenjak saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun sebelumnya tampak adanya kecenderungan persaingan antar berbagai negara untuk memperbesar arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama terjadi karena kebutuhan dana yang sangat besar dan mendesak untuk mendukung pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia terbuka secara resmi dan efektif terhadap penanaman modal sejak tahun 1967 ketika pemerintah orde baru memberlakukan undang-undang Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968. Selanjutnya, Indonesia mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus modal investasi, kebijakan devaluasi rupiah tahun 1983 mempengaruhi tingkat pertumbuhan investasi secara total maupun sektoral. Tahun 1991 ketika terjadi gebrakan Sumarlin II (tight money policy) yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk mengontrol tingkat inflasi, menjaga defisit neraca transaksi berjalan agar tidak melebihi batas yang masih bisa diterima, mengawasi uang luar negeri, serta menjaga performance Indonesia dimata investor. Gebrakan ini secara tidak langsung menurunkan investasi.
Sukses tidaknya suatu negara dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi. Pada dasarnya pemberian fasilitas yang sifatnya mendorong investor untuk berinvestasi seperti pembebasan pajak (tax holiday) dan kemudahan untuk mengakses bahan baku akan sangat efektif bila didukung oleh[3] :
-       Negara tujuan investasi memiliki keunggulan komparatif ekonomi yang berkaitan dengan faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terampil dan murah.
-       Nilai tukar yang relatif stabil, terutama untuk investor yang berorientasi pasar luar negeri
-       Peraturan devisa di negara bersangkutan tidak menghalangi penanam modal untuk memindahkan kekayaan dan keuntungannya ke luar negeri.
-       Iklim politik dan keamanan negara cukup menjamin ketentraman hidup dan keamanan usaha serta kekayaan investor.
-       Iklim usaha yang menunjang dan mendorong penanaman modal.
-       Infrastruktur yang menunjang dan memadai.
Investasi memegang peranan penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai salah satu komponen yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari paparan latar belakang diatas dan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul :
“ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan
dan Investasi Swasta di Indonesia Periode 1984-2003”.

1.2 Identifikasi Masalah Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan
Penelitian ini akan membatasi permasalahan sesuai dengan paparan diatas, yaitu:
  1. Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003?
  2. Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003?
  3. Bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi tahun 1997 terhadap tingkat tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode 1984-2003?

1.3 Tujuan Penelitian Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan
Penelitian ini bertujuan :
  1. Untuk  mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003.
  2. Untuk  mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003.
  3. Untuk  mengetahui bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi terhadap tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode 1984-2003.

1.4 Kegunaan Penelitian
            Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan masalah tersebut di atas. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan literatur dan referensi untuk pengembangan selanjutnya dalam cabang ilmu ekonomi makro.

1.5 Kerangka Pemikiran Contoh Skripsi Ekonomi Pembangunan
1.5.1 Tabungan
1.5.1.1 Definisi Tabungan
Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan konsumsi[4]. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk membiayai investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan pinjaman dari luar negeri (X-M). secara matematis dapat dirumuskan :
I = S + (T-G) + (X-M) …………………………..…….……….(1.1)
Namun untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan dari pihak lain, tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan investasi domestik. Secara garis besar, tabungan nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu pemerintah, perusahaan dan rumah tangga.
Tabungan pemerintah merupakan selisih antara realisasi penerimaan dengan pengeluaran pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan pendapatan (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya dapat diketahui dari neraca perusahaan. Sedangkan tabungan rumah tangga merupakan bagian dari pendapatan yang diterima rumah tangga yang tidak dibelanjakanuntuk keperluan konsumsi. Secara matematis persamaan tabungan dapat dijabarkan sebagai berikut [5]:
Jika tabungan swasta adalah S = (Y-T) – C dan
Tabungan pemerintah adalah (T-G), maka
Tabungan nasional      = S + (T-G)
                                                = (Y-T) – C +(T-G)
                                                = Y – C  - G ………………………….….……..(1.2)
dimana S adalah tabungan swasta
            Y adalah pendapatan aggregat
            T adalah pendapatan pajak netto
            C adalah konsumsi
            G adalah pengeluaran pemerintah
Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus, dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber pembiayaan investasi. Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami  budget deficit, dan pemerintah harus meminjam dana dari pihak lain.

1.5.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan
Menurut ekonom klasik, seperti Adam Smith, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan pembayaran dari tidak dilakukannya konsumsi, imbalan dari kesediaan untuk menunggu dan tidak dilakukannya konsumsi dan pembayaran atas penggunaan dana. Oleh karena itu, jika tingkat bunga naik, jumlah tabungan juga akan meningkat. Tingkat bunga ditentukan dari titik keseimbangan antara tabungan dan investasi.
Alfred Marshall dari kaum neoklasik mengemukakan bahwa terdapat faktor ekonomi dan non ekonomi yang mempengaruhi tabungan[6]. Diantara faktor-faktor ekonomi tersebut, dia menekankan pada tingkat bunga, walaupun mungkin ada keadaan dimana tetap ada tabungan walaupun tungkat bunga negatif.
Selain tingkat bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tabungan nasional. Pendapat tersebut dikemukakan oleh J.M. Keynes dalam teorinya mengenai kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume) yang secara eksplisit menghubungkan antara tabungan dan pendapatan. Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi modern yang didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatlkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung, hal ini dapat dijelaskan dalam persamaan berikut :
S Y – C ………………………………………………..……….……..(1.3)
C = Ĉ + cY       ; Ĉ > 0  ;0 < c <1 o:p="o:p">
Dimana :          S = saving
                        Y = income
                        Ĉ = intercept; tingkat konsumsi ketika pendapatan nol
                        c = marginal propensity to consume
Jika kedua persamaan (1.3) dan (1.4) atau disebut juga budget constraint tersebut digabungkan, maka akan menjelaskan fungsi persamaan tabungan. Fungsi persamaan tabungan sendiri menjelaskan hubungan tingkat tabungan dan tingkat pendapatan. Dengan mensubstitusi persamaan konsumsi (1.3) dengan persamaan budget constraint (1.4), maka kita akan mendapatkan fungsi persamaan tabungan :
S Y – C = Y - Ĉ – cY = - Ĉ + (1-c)Y ………………..……….(1.5)
Dari persamaan (1.5) kita dapat melihat bahwa tabungan memiliki hubungan positif dengan pendapatan karena marginal propensity to save[7], s =1 – c, adalah positif. Dengan kata lain, tabungan meningkat ketika pendapatan meningkat.
  The life-cycle permanent income theory of consumption and saving (Modigliani,1986)[8] menjelaskan tentang pilihan bagaimana memelihara standar hidup yang stabil dalam menghadapi perubahan pendapatan dalam waktu hidup seseorang. Jadi, teori ini menjelaskan hubungan antara pendapatan sepanjang waktu, konsumsi, dan tabungan. The life cycle hypothesis melibatkan individu, untuk merencanakan  perilaku konsumsi dan perilaku tabungannya dalam jangka panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsinya  dengan cara terbaik untuk seluruh masa hidupnya.
Gambar 1.1 Lifetime Income, Consumption, Saving, and Wealth in the          Life-Cycle Model

                   


Keterangan :    WR = wealth
                        YL = annual labor income
                        C   = consumption
                        WL = working life
                        NL = number of years of life
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa konsumsi konstan sepanjang waktu. Selama masa kerja (WL tahun), individu menabung dan mengumpulkan aset. Pada akhir masa kerjanya, individu mulai menarik kembali aset-aset tersebut, tidak menabung (dissaving / negative saving) pada masa sisa hidupnya (NL – WL) sehingga aset tersebut akan bernilai nol pada akhir hidupnya.
Menurut teori ‘Ricardian Equivalence’, peningkatan pada defisit anggaran pemerintah akan menstimulasi tabungan swasta karena mereka berekspektasi akan terjadi peningkatan pada kewajiban pajak mereka di masa yang akan dating. Sebagai hasilnya, mereka akan mengurangi tingkat konsumsinya dan meningkatkan tabungan. Tetapi teori  ‘Ricardian Equivalence’ tidak dapat digunakan di negara berkembang (Hadjimicheal et al 1995), karena diperlukan adanya eksistensi pasar modal yang efisien, yang jarang ditemui pada karakteristik negara-negara berkembang.

1.5.2 Investasi
1.5.2.1 Definisi Investasi
            Investasi adalah pembelian alat-alat modal, persediaan dagang / inventori, dan struktur usaha, termasuk pembelian rumah baru untuk rumah tangga.  Investasi dihubungkan dengan sektor bisnis yang ditambahkan kepada persediaan modal fisik. Investasi swasta (private investment) adalah output dari perusahaan yang disimpan untuk  perusahaan itu sendiri[9]. Investasi swasta terdiri dari :
  • Inventory Investment, termasuk didalamnya semua perubahan dalam persediaan bahan baku (raw materials), perlengkapan, dan produk akhir yang dihasilkan oleh perusahaan.
  • Fixed Investment, termasuk didalamnya semua produk yang dibeli oleh perusahaan  yang tidak ditujukan untuk dijual kembali, terdiri dari residential dan nonresidential investment.

1.5.2.2 Determinan Investasi
            The accelerator hypothesis of investment  menyatakan bahwa tingkat investasi netto (net investment) tergantung kepada perubahan ekspektasi output. Langkah pertama dalam hipotesis ini adalah mengukur penjualan yang diharapkan (expected sales) (Ye) yang diestimasi berdasarkan revisi penjualan tahun sebelumnya (Ye-1) oleh suatu proporsi (j), dari perbedaan antara penjualan tahun sebelumnya (Y-1) dan yang diharapkan, sehingga didapat persamaan:
Ye = Ye-1 + j (Y-1 – Ye-1)
                            = j Y-1 + (1-j) Ye-1  ………………………………….…………(1.6)
            Langkah selanjutnya adalah asumsi dari teori ini bahwa persediaan modal, yaitu bangunan dan perlengkapan, yang dibutuhkan perusahaan (K*) adalah perkalian antara keinginan perusahaan untuk meningkatkan persediaan modalnya (Ī½*) dengan ekpektasi penjualannya:
                        K* = Ī½*. Ye ………………………………………….…………..(1.7)
Investasi netto adalah perubahan pada persediaan modal (∆K) yang terjadi setiap periode :
In = ∆K = K – K-1 …………………………………...…..…….. (1.8)
Asumsi lain adalah bahwa perusahaan berkeinginann untuk meningkatkan persediaan modalnya dalam setiap periode:
                        In = K – K-1 ……………………………………………………..(1.9)
                        In = Ī½* (Ye - Ye-1) = Ī½*. ∆ Ye……………………………….……(1.10)
Jadi, jika terjadi akselerasi usaha dalam perusahaan dan ekspektasi output meningkat, investasi netto pun akan meningkat, tetapi jika akselerasinya negatif dan ekspektasi output  menurun, investasi pun menurun.
            Teori lain mengenai investasi adalah mengenai planned investment spending[10] , yang menjelaskan hubungan antara tingkat suku bunga dan investasi.
Kita dapat menspesifikasi pembelian investasi sebagai :
I = ÄŖ – bi     ; b > 0 ………………………………...…………..(1.11)
Dimana :          I = investasi
ÄŖ = autonomous investment spending
b = responsiveness of investment spending to interest rate
i = interest rate
Dari gambar berikut ini dapat dilihat bahwa kurva investasi memiliki kemiringan negatif untuk merefleksikan asumsi penurunan tingkat suku bunga akan menyebabkan peningkatan profitabilitas untuk penambahan modal  dan akan membawa kepada peningkatan investasi. Posisi dari kurva investasi diatas, sangat dipengaruhi oleh slope dari kurva tersebut atau koefisien b dalam persamaan (1.11).

Gambar 1.2 The Investment schedule


           




Jika investasi sangat responsif terhadap tingkat suku bunga, penurunan kecil pada tingkat suku bunga akan membawa peningkatan yang besar pada investasi. Perubahan pada koefisien ÄŖ akan menggeser kurva rencana investasi. Jika ÄŖ meningkat berarti pada setiap tingkatan tingkat suku bunga, perusahaan berusaha untuk berinvestasi pada tingkat yang lebih tinggi dan akan menggeser kurva investasi ke kanan.

1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi dengan menganalisis  data sekunder kuantitatif tahunan  pada rentang waktu antara tahun 1984-2003 dengan pertimbangan ketersediaan data. Data sekunder digunakan karena penelitian yang dilakukan meliputi objek yang bersifat makro dan mudah didapat. Data tersebut diolah kembali oleh penulis sesuai dengan kebutuhan model yang digunakan. Sumber data berasal dari berbagai sumber seperti misalnya Badan Pusat Statistik, Laporan triwulanan/tahunan BI, Badan Koordinasi Penanaman Modal, International Financial Statistics (IFS), Asian Development Bank, World Development Indicators dan lain-lain. Penulis menguji  variabel-variabel bebas utama yang memiliki pengaruh kuat terhadap tabungan nasional dan investasi swasta sebagai variabel tidak bebas yang berhubungan dengan model yang digunakan.
Disamping itu penulis melakukan studi literatur untuk mendapatkan  teori yang mendukung penelitian. referensi studi kepustakaan diperoleh melalui jurnal, Perpustakaan FE UNPAD, Perpustakaan Pusat UNPAD, dan Perpustakaan Bank Indonesia Bandung dan Jakarta.

1.6.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel tak bebas dalam penelitian ini adalah tabungan nasional dan investasi swasta. Sedangkan gross national disposable income (GNDI), tingkat suku bunga (r), tingkat inflasi (lnp), pendapatan riil / Produk Domestik Bruto (Y), dan rasio investasi pemerintah terhadap GDP (GIY) serta dummy variable merupakan variabel-variabel bebasnya.
Berikut adalah penjelasan variabel-variabel bebasnya :
1.      Gross National Disposable Income (gndi)
Adalah pendapatan yang dapat digunakan untuk konsumsi barang dan jasa. Variabel ini diharapkan akan berhubungan positif dengan tabungan nasional. Pendapatan disposibel dapat dirumuskan sebagai :
Yd = Y – T ……………………………………………………(1.12)
Dimana :          Yd = pendapatan disposibel
                        Y = pendapatan nasional
                        T = pajak

2.      Tingkat suku bunga riil (r)
Merupakan tingkat bunga nominal yang telah dikoreksi terhadap inflasi, dapat dirumuskan sebagai :
Real interest rate = nominal interest rate – inflation ………………………….(1.13)
3.      Tingkat inflasi (lnp)
Data inflasi menggunakan indikator Indeks Harga Konsumen tahunan tahun konstan 2000. Inflasi tahunan dirumuskan dengan :
Tingkat inflasi = IHKt – IHKt-1 X 100 …………………...…….(1.14 IHK t-1
4.      Pendapatan riil (y)

Data pendapatan riil tahunan menggunakan data pendapatan nominal tahunan dibagi dengan PDB deflator tahun konstan 2000 dengan perumusan:
PDB Riil = PDB Nominalt  X 100  …………..………………..………(1.15)
                               PDB Deflatort
5.      Rasio investasi pemerintah terhadap PDB (giy)
Merupakan prosentase perbandingan pengeluaran pemerintah dalam investasi (public investment) terhadap Produk Domestik Bruto.
6.      Dummy variable
Dummy variable adalah metode pengklasifikasian data yang membagi sebuah sampel menjadi beberapa subgrup berdasarkan kualitas atau atribut (jenis kelamin, status perkawinan, dan lain-lain). Dalam penelitian ini dummy variables digunakan sebagai variabel krisis ekonomi dengan nilai D = 0 untuk periode sebelum krisis ekonomi Indonesia dan D = 1 untuk periode setelah krisis ekonomi. Berdasarkan identifikasi di atas maka mulai periode 1998-2003 dummy variable bernilai 1 dikarenakan adanya krisis ekonomi.

1.6.3 Metode Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, yang akan dijelaskan sebagai berikut :
-       Kualitatif dilakukan dengan menggunakan  beberapa instrumen analisis seperti tabel  dan grafik yang dapat mencerminkan uraian analisis penelitian secara teratur dan saling mendukung. Data dari buku teks, jurnal,  dan hasil penelitian yang sudah ada dan berkaitan dengan skripsi ini dijadikan dasar bagi analisis deskriptif.
-       Kuantitatif, dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika untuk   mencerminkan hasil dari pembahasan yang dinyatakan dalam angka.
Model  yang digunakan dalam analisis ini adalah model ekonometrik dengan  pendekatan kointegrasi dan model dinamis faktor-faktor utama yang mempengaruhi tabungan nasional dan investasi swasta  dengan pendekatan ECM (Error-Correction Model) menggunakan  bantuan program Microsoft Excel dan Eviews 3.0. Data yang digunakan adalah data periode tahunan (time series) dengan estimasi model menggunakan Ordinary Least Square (OLS).
Adapun persamaan model kointegrasi sebagai berikut:
Yt = Ī±0 + Ī±1 X1 + Ī±2 X2  +............+ Ī±n Xn + Ut …………….…………(1.16)
dimana:
Yt           = Variabel tidak bebas
X1,2,..,n    = Variabel bebas
Ut         =  Error term
Sedangkan  persamaan ECM (Error-Correction Model) adalah sebagai berikut:
rYt = Ī±0 + Ī±1rX1+ Ī± 2rX2+ ……. + Ī± nrXn + ECTt-1+Ut  …….….(1.17)
dimana:
rYt                 =   First difference dari variabel tidak bebas
rX1,2,..,n               First difference dari variabel bebas
 ECTt-1             =    Error Correction Term

            Spesifikasi model dalam penelitian ini merupakan spesifikasi model yang dibuat oleh Ipumbu W. Shiimi dan Gerson Kadhikwa[11] yang meneliti mengenai tabungan dan investasi swasta di Namibia pada periode 1980-1996 dengan menambahkan dummy variable karena krisis ekonomi tahun 1997. Model tabungan yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah :

 Ln S = Ī± + Ī²1 LnGNDIt + Ī²2 LnRt + Ī²3 LnPt + Ī²4 Dummy + Ī¼t…….…….. (1.18)
Sedangkan model untuk investasi swasta adalah:
Ln I = Ī± + Ī³1 LnYt + Ī³LnPt + Ī³3 LnRt + Ī³4 LnGIYt + Ī³5 Dummy + Ī½t ….....(1.19)
Teori tentang kointegrasi ditandai dengan memasukkan error-correction (EC) term . EC term lagged periode (ECt-1) menggabungkan pergerakan short-run dan long-run pada fungsi tabungan nasional dan investasi swasta.
Sehingga model persamaan yang kita butuhkan secara spesifik menjadi general error correction model (ECM) :
  1. Fungsi tabungan
Ī”Ln S =Ī± + Ī²1 Ī”LnGNDIt + Ī²2 Ī”LnRt + Ī²3 Ī”LnPt + Ī²4 ECTt-1  + Ī²5 D + Ī¼t ………………….………………………………………………………….….(1.20)
Keterangan :
Ī±                    = konstanta
Ī”Ln S            = First Difference dari logaritma tabungan nasional
Ī”LnGNDI     = First Difference dari logaritma Gross National Disposable Income
Ī”LnR             = First Difference dari tingkat suku bunga
Ī”LnP             = First Difference dari tingkat inflasi                      
                      = Error-correction term lagged one period
D = dummy variable,     D = 0, untuk periode sebelum krisis ekonomi (1984-1997)
                                    D = 1, untuk periode setelah krisis ekonomi (1998-2003)
Ī²1, Ī²2, Ī²3, Ī²4       = koefisien regresi
Ī¼                     = error term
t menunjukan waktu
2.      Fungsi investasi swasta
Ī”Ln I = Ī±+ Ī³1 Ī”LnYt + Ī³Ī”LnPt + Ī³3 Ī”LnRt + Ī³4 Ī”LnGIYt + Ī³5 ECTt-1 +Ī³6 D+ Ī½t    ………………………………………………………..……………………….(1.21)
Keterangan :
Ī”Ln I               = First Difference dari logaritma investasi      
Ī”LnY               = First Difference dari logaritma pendapatan nasional
Ī”LnP               = First Difference dari tingkat inflasi                    
Ī”LnR               = First Difference dari tingkat suku bunga
Ī”LnGIY          = First Difference dari logaritma rasio investasi pemerintah   terhadap PDB
Ī”ECTt-1               = Error-correction term lagged one period
D = dummy variable,     D = 0, untuk periode sebelum krisis ekonomi (1984-1997)
                                    D = 1, untuk periode setelah krisis ekonomi (1998-2003)
Ī³1,  Ī³2 ,Ī³3Ī³4, Ī³5  = koefisien regresi
Ī½                     = error term
t menunjukan waktu
1.6.4 Pengujian Statistik
1.6.4.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test)                   
            Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya anggapan stasioneritas pada persamaan yang sedang diestimasi. Untuk diketahui adanya unit roots dilakukan pengujian Dickey-Fuller (DF-test) sebagai berikut :
Misal variabel Yt sebagai variabel tidak bebas, maka akan diubah menjadi
Yt = Ļ Yt-1 + Ut    ..................................................................................(1.22)
Jika koefisien Yt-1  (Ļ) adalah = 1 dalam arti hipotesis diterima, maka variabel mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk mengubah trend yang bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji orde pertama (first difference)
Ī”Yt  = (Ļ-1) (Yt - Yt-1 .........................................................................(1.23)
Koefisien Ļ akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga model menjadi stasioner.
Kesimpulan hipotesis DF-test :
·         Ho : Ļ = 0       (Terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)
·         H1 : Ļ ≠ 0       (Tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)
Kesimpulan  hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.

            Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel independen mempengaruhi variabel dependennya pada jangka panjang. Yang dimaksud jangka panjang dalam pendekatan kointegrasi adalah  jangka waktu dimana pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependennya tidak bersifat seketika, melainkan membutuhkan selang waktu, dan merupakan suatu kondisi dimana masing-masing variabel memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian secara penuh terhadap perubahan-perubahan yang timbul (atau tidak ada kecenderungan untuk naik atau turun, dan variabel tersebut berada dalam kondisi optimumnya).                            
            Model kointegrasi juga merupakan  model yang biasa digunakan untuk menganalisis apakah trend dari nilai variabel tak bebas bergerak dengan arah yang sama dengan trend variabel bebasnya, sehingga tecapai keseimbangan jangka panjang atau justru sebaliknya. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ini :                                                        
1.      Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS), misalnya :
Yt = Ī±0 + Ī±1Xt1 + Ī±2Xt2 + Ut ..........................................................................(1.24)
Uji stasioner terhadap nilai residual dari hasil estimasi diatas lalu estimasi kembali
Ut = Ut-1 + Ļ…t   ...................................................................................................(1.25)
Ī”Ć›t = Ī±0Ut-1 + Ī±1Ut-2   ......................................................................................(1.26)
Setelah t-hitung diperoleh, maka hasilnya dibandingkan dengan t-tabel (uji-t). Jika nilai t hitung lebih besar dari t-tabel maka variabel bersifat stasioner.
2.      Regresi persamaan, proses ini dilakukan untuk melihat signifikansi hubungan antara variabel pada tingkat kepercayaan tertentu.
Hipotesis ini didasarkan oleh hasil regresi pada error term berikut ini :
Ut = ĻUt-1 + Ļ…t .........................................................................(1.27)
            Kesimpulan hipotesis uji kointegrasi :
·         Ho : Ļ = 0       (Variabel-variabel tidak terkointegrasi)
·         H1 : Ļ ≠ 0       (Variabel-variabel terkointegrasi)

1.6.4.3 Penaksiran Koefisien Determinasi
            Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukan seberapa besar variabel tidak bebas dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.
Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (02
<1 1="1" a="a" antara="antara" baik="baik" bebas="bebas" bebasnya.="bebasnya." dekat="dekat" dengan="dengan" dikatakan="dikatakan" dimana="dimana" hubungan="hubungan" karena="karena" koefisien="koefisien" maka="maka" mendekati="mendekati" model="model" name="_Toc40543579" nilai="nilai" semakin="semakin" tersebut="tersebut" tidak="tidak" variabel="variabel">

1.6.4.4 Uji t – Statistik (Uji Parsial)
Penaksiran ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel-variabel independen terhadap variabel dependen (dalam hal ini untuk mendukung  uji kointegrasi dan ECM) secara parsial. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah dan satu arah, dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikani = Ī± , dan derajat kebebasan (degree of freedom, df) = n-k, dimana n menunjukan jumlah observasi dan k menunjukan jumlah parameter termasuk konstanta.

Tabel 1.1 Kesimpulan Pengujian t- Statistik
Tipe Hipotesis
Ho : Hipotesis Nol
H1 : Hipotesis    Alternatif
Kriteria
Satu arah (kanan)
Ī± ≤ 0
Ī±  >
t-Stat > t- Tabel
Satu arah (kiri)
Ī± ≥ 0
Ī±  <
t-Stat < t- Tabel
Dua Arah
Ī± = 0
Ī±  ≠ 0
-t-Stat < t- Tabel< t-Stat

1.6.4.5 Uji F- Statistik
            Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya. Disamping menguji berarti tidaknya variabel-variabel bebas secara bersamaan, uji F juga sekaligus menguji koefisien determinasinya (R2). Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan menyebabkan nilai R2 yang diperoleh secara statistik tidak sama dengan nol.
Hipotesa yang digunakan adalah :
·            Ho : b1 =0; b2 =0; bi = 0
·            H1 : b1 =0; b2 =0; bi ¹ 0     dengan i = 1,2,..,n.
Hasil pengujian akan menunjukan :
Apabila nilai F-hitung > F- tabel, maka Ho ditolak ; artinya setiap  variabel bebas secara bersama-sama  berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
Apabila nilai F-hitung < F- tabel, maka Ho tidak diterima ; artinya setidaknya satu dari variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
Degree of freedomnya :
§  Df untuk pembilang, N1 = k – 1, k adalah banyaknya parameter.
§  Df untuk penyebut, N2 = n – k , n adalah banyaknya observasi.
1.6.4.6 Pengujian Masalah dalam Regresi Linear
§  Masalah Multikolinier
Multikolinier menunjukan gejala adanya hubungan linier atau hubungan  yang pasti diantara explanatory variable (variabel penjelas) dalam model regresi. Gejala ditunjukan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel.
§  Masalah Serial Korelasi
            Masalah korelasi dalam model menunjukan adanya hubungan korelasi antara variabel gangguan (error term) dalam suatu model yang terjadi karena beberapa faktor :
1.      Inersia, data observasi dimulai dari situasi kelesuan ekonomi sehingga data time series selanjutnya dipengaruhi oleh data sebelumnya walaupun perekonomian sudah membaik.
2.      Mengeluarkan atau tidak memasukan variabel bebas tertentu yang sebenarnya turut mempengaruhi variabel tidak bebasnya menurut teori ekonomi, walaupun hasil perhitungan kuantitas tidak mendukungnya.
3.      Bentuk model yang tidak tepat.
4.      Penentuan data secara sistematis tidak tersedia untuk periode yang diharapkan. Uji yang dilakukan untuk mendeteksi gejala ini adalah uji Durbin-Watson dan Run-test.

Uji serial korelasi:
1.    Durbin Watson
Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai masalah korelasi berdasarkan pada bagan daerah kritis di halaman berikut ini.
Gambar 1.3 Pengujian Durbin Watson Model Regresi

       Serial             Daerah               Daerah tidak ada              Daerah              S erial
       Korelasi        tak tentu                serial korelasi                tak tentu           Korelasi
        Positif                                                                                                      Negatif
                 
Keterangan :       Ho       :   tidak ada auto korelasi positif
                                    Ho*        :    tidak ada auto korelasi negatif
Tabel 1.2 Batas Kritis Pengujian Durbin – Watson statistik
Daerah
Hasil
0 < D-W Stat < dL
dL < D-W Stat < dU
dU < D-W Stat < 4-dU
4-dU < D-W Stat < 4-dL
4-dL < D-W Stat < 4
Terdapat Autokorelasi positif
Ragu – ragu
Tidak terdapat Autokorelasi
Ragu – ragu
Terdapat Autokorelasi negatif

2.   Run-Test
Uji ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya masalah serial korelasi dalam model, dengan melakukan perhitungan terhadap pergerakan (positif atau negarif) residual yang diperoleh dari selisih antara nilai aktual dari variabel dependen terhadap nilai estimasinya.
Setelah diperoleh data residual, maka ditentukan jumlah nilai residual yang positif (n1), nilai residual negatif (n2), jumlah runs atau perubahan nilai positif dan negatif residual (k) dan jumlah observasinya (n). Lalu ditentukan pula nilai rata-rata runs Š• (k) dan variansnya (Ī“k) melalui rumus :
 ...........................................................................................(1.28)
 ........................................................................(1.29)
........................................................................(1.30)
            Penentuan ada atau tidaknya korelasi dalam model, ditentukan melalui batasan rentang :
Š• (k) – t-tabel ( n,-1; Ī±) S(k) ≤ k ≤ Š• (k) + t-tabel ( n,-1; Ī±) S(k)
Pada tingkat kepercayaan tertentu akan dilihat apakah (k) berada dalam rentang batas interval tersebut diatas yang menunjukan bahwa model tidak mengandung masalah serial korelasi, atau sebaliknya yang menunjukan bahwa model mengandung masalah serial korelasi.
            Perlu dicatat bahwa apabila model mengandung masalah serial korelasi, maka model harus diperbaiki melalui perbaikan regresi, karena apabila terjadi korelasi diantara anggota series dari observasi maka asumsi classical linear regresion tidak terpenuhi. Keseluruhan uji ekonometrik menggunakan  Eviews sofware (Eviews 3.0) .


[1] Sadono Sukirno. 1985. Ekonomi Pembangunan, Jakarta, hlm. 234.
[2] M.L. Jhingan. 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, hlm. 614.
[3] M.N. Salam. 1995. Analisis Investasi Jepang di Indonesia, Buletin Litbang Perdagangan, Departemen Perdagangan,.
[4] N. Gregory Mankiw, Principles of Economics, New York : Mcgraw-Hill.
[5] Michael J. Parkin.1996. Macroeconomics, Addison- Wesley Publishing Company.
[6]Alfred Marshall. 1895. Principles of Economics, New York : Macmillan.
[7] Perubahan pada tabungan individu untuk setiap perubahan pada pendapatan disposibel individu
[8] Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer, and Richard Startz, Macroeconomics 7th edition, New York : Mcgraw-Hill.
[9] Robert J. Gordon. Macroeconomics 6th edition, HarperCollins College Publishers.
[10] Total rencana pembelian perusahaan untuk modal fisik baru.
[11] Ipumbu W. Shiimi dan Gerson Kadhikwa. 1999. Saving and Investment in Namibia, BON Occasional Paper No.2.

Selengkapnya Silahkan Berkunjung di sini

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...